Kamis, 12 September 2013

Wakil Menpan Tegaskan Tes CPNS Honorer K2 Terakhir Tahun Ini

JAKARTA,BB – Ujian CPNS jalur Honorer Kategori II (K2) pada 3 November 2013 mendatang adalah terakhir kalinya. Hal tersebut dikatakan Wakil Menteri PANRB Eko Prasojo menjawab pertanyaan jurnalis di kantor PANRB Jumat 6 September 2013. Menurut Eko, Pengangkatan tenaga honorer kategori 2 (K-2) menjadi CPNS akan dilakukan dua tahap, yakni tahun 2013 dan 2014. Tahun ini kuota K2 yang akan diangkat CPNS sebanyak 109 ribu dari yang lulus tes kompetensi dasar (TKD) dan tes kompetensi bidang (TKB). “Pelaksanaan tes hanya sekali, tetapi yang lulus diangkat tahun ini dan tahun depan. Selanjutnya tidak ada lagi cerita tentang honorer,” ujarnya dilansir situs resmi PANRB. Penegasan ini sekaligus meluruskan adanya berita yang beredar pada 2 September, yang menyatakan bahwa pengangkatan honorer K2 akan dilakukan secara terus menerus hingga semuanya habis. Eko menambahkan, 109.000 orang itu akan diangkat menjadi CPNS bersama pelamar umum yang diterima. “Formasi untuk CPNS dari pelamar umum sebanyak 65 ribu. Untuk pusat 25 ribu, dan untuk daerah 40 ribu,” tambahnya.

Selasa, 10 September 2013

SELAMAT HARI LEBARAN IDUL FITRI

saling memaafkan sesama guru dan anak didik kakak kelas dengan adik kelas dari semuanya kami meminta maaf dari kesalahan dunia dan akhirat.........di tahun ajaran 2013/2014

Minggu, 08 September 2013

TAK ADA PELUANG GURU HONORER DI SEKOLAH NEGERI UNTUK IKUT SERGU

Peluang guru honorer di sekolah negeri ikut sertifikasi untuk peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan tak kunjung mendapat sinyal lampu hijau. Hal ini membuat resah ratusan ribu guru honorer, terutama yang di sekolah negeri.
Guru honorer di sekolah negeri yang diangkat sekolah sulit ikut sertifikasi. Padahal keberadaan mereka dibutuhkan sekolah. “Pemerintah tidak menyiapkan guru PNS yang dibutuhkan sehingga sekolah terpaksa mengangkat guru honorer. Tetapi mereka yang kinerjanya terkadang lebih baik dari guru PNS, tidak bisa ikut sertifikasi,” kata Priyanto, Kepala SMKN 2 Subang, Jawa Barat, Kamis (1/11/2012).
Para guru honorer di sekolah negeri yang diangkat dengan surat keputusan (SK) kepala sekolah/komite terganjal ikut sertifikasi. Pasalnya, para guru honorer ini harus menyerahkan SK bupati/wali kota sebagai bukti.
“Tidak ada wali kota/bupati yang mau membuatkan SK untuk guru honorer yang diangkat sekolah. Padahal, para guru itu sudah mengabdi lama, jauh lebih baik dari guru PNS,” kata Priyanto.
Anehnya, untuk sekolah swasta, kebijakan guru untuk disertifikasi bisa menggunakan surat keputusan (SK) dari yayasan. Adapun di sekolah negeri harus dengan SK bupati/wali kota. Pada kenyataannya, tidak ada bupati/wali kota yang mau mengeluarkan SK soal guru honorer di sekolah negeri yang dibiayai secara swadana oleh sekolah.
“Perlakuan terhadap guru honorer di sekolah negeri ini diskriminatif. Jika banyak guru honorer yang berhenti dan memilih di sekolah swasta, layanan pendidikan di sekolah negeri bisa kelimpungan,” kata Priyanto.
Pemerintah pernah meloloskan guru honorer dalam proses sertifikasi. Namun, di penghujung tahun 2011, Kemendikbud meminta guru honor yang sepuh yang lolos dalam sertifikasi mengembalikan tunjangan profesi yang dibayarkan. Alasannya, tidak ada payung hukum yang membolehkan guru honorer disertifikasi.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, setidaknya ada sekitar satu juta guru honorer di bawah Kemendikbud dan Kementerian Agama. “Walau kerja puluhan tahun, kesejahteraan dan karir tidak jelas. Guru dibayar tidak layak, ada yang Rp 100 ribu. Padahal, Presiden mentepakan gaji minimal guru PNS Rp 2 juta,” tutur Sulistiyo, yang juga Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Menurut Sulistiyo, PGRI telah menyurati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pejabat terkait lainnya untuk memperjuangkan supaya guru honorer yang diangkat pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan bisa ikut sertifikasi. PGRI menetapkan syarat guru honorer yang berpeluang untuk disertifikasi harus mengabdi minimal dua tahun berturut-turut, bekerja penuh waktu dan memenuhi ketentuan jam mengajar yang disyaratkan, serta berprestasi baik.
“Kalau pemerintah punya itikad baik, ganjalan soal payung hukum bisa dicari solusinya. Pemerintah harus ingat amanat Undang-Undang Guru dan Dosen untuk memberi penghasilan yang layak bagi guru,” kata Sulistiyo.
SUMBER : PGRI.OR.ID